Anak Idiot? Jangan Menyerah Dulu!

Seorang ibu tentu bahagia mengetahui putra-putrinya tumbuh dan berkembang seperti yang diharapkan. Meski demikian, terkadang kita juga menemukan gejala yang mengkhawatirkan pada anak, seperti kesulitan belajar, suka diam, susah bicara, tidak mampu mengurus diri sendiri, atau perkembangannya tidak sesuai dengan anak seusianya. Andai mau belajar, gejala awal tentu sudah bisa dikenali dan ibu dapat langsung mengantisipasi hal-hal di atas yang menurut kesimpulan sementara para ahli adalah gejala retardasi atau keterbelakangan mental. Kalau tidak diantisipasi, anak bisa memiliki resiko besar dieksploitasi dan diperlakukan salah secara fisik/seksual.
Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensia yang kurang sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Ini disebabkan karena perkembangan yang terhenti atau tidak lengkap. Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia atau tuna mental.
Retardasi mental bukan suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan hasil dari proses kelainan di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektual dan kemampuan beradaptasi. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya.
Angka kejadian retardasi mental sekitar 1% dalam satu populasi. Di Indonesia terdapat 1-3% penderita kelainan ini. Retardasi mental sulit diketahui karena kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
IQ bukanlah merupakan satu-satunya patokan yang dapat dipakai untuk menentukan berat ringannya retardasi mental. Sebagai kriteria dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau dilatih dan kemampuan sosial atau kerja. Tingkatannya mulai dari taraf ringan, sedang sampai berat, dan sangat berat.
Klasifikasi retardasi mental yaitu:

  1. Retardasi mental berat sekali (IQ dibawah 20).
    Sekitar 1 sampai 2% dari orang yang terkena retardasi mental. Penderita retardasi mental sangat berat ini memiliki kemampuan memahami, mematuhi permintaan atau instruksi sangat terbatas (pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas). Sebagian besar, tidak dapat bergerak ataupun geraknya terbatas. Penderita hanya mampu komunikasi nonverbal dan hal ini juga belum sempurna. Penderita tidak mampu mengurus diri sendiri dan selalu perlu pengawasan dan bantuan seumur hidup.
  2. Retardasi mental berat (IQ sekitar 20-34).
    Sebanyak 4% dari orang yang terkena retardasi mental. Penderita ini memiliki ketidakmampuan motorik yang jelas dan mencolok, komunikasi bahasa terganggu. Untuk itu perlu latihan mengurus diri sendiri. Dengan latihan yang baik, bila penderita nanti dewasa bisa melakukan tugas sederhana tapi tetap dengan pengawasan dan tidak mampu hidup mandiri.
  3. Retardasi mental sedang (IQ sekitar 35-49).
    Sekitar 10% dari orang yang terkena retardasi mental. Terjadi hambatan interaksi sosial. Tingkat perkembangan bahasa yang dimiliki penderita retardasi mental sedang ini bervariasi (dengan pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas), percakapan sederhana, komunikasi seadanya, tapi memiliki komunikasi nonverbal cukup. Perkembangan keterampilan motorik dan rawat diri terlambat. Sebagian besar penderita perlu pengawasan seumur hidup. Kemampuan pekerjaan sekolah terbatas tapi bisa memiliki keterampilan dasar baca, hitung, dan menulis. Penderita umumnya bisa mengikuti pendidikan formal sampai kelas 2 SD. Saat usia dewasa, penderita dengan latihan yang baik dapat melakukan pekerjaan praktis/kasar sederhana dengan bimbingan, namun jarang dapat hidup mandiri.
  4. Retardasi mental ringan (IQ sekitar 50-70).
    Sekitar 85% dari orang yang terkena retardasi mental. Pada umumnya anak-anak dengan retardasi mental ringan tidak dikenali sampai anak tersebut menginjak tingkat pertama atau kedua di sekolah. Sebagian besar mampu berbicara untuk keperluan/percakapan sehari-hari dan dapat diwawancarai. Kesulitan utama biasanya prestasi akademik (baca dan tulis). Memiliki kemampuan praktis lebih baik dibanding akademik. Penderita umumnya dapat bersekolah formal sampai kelas 5-6 SD. Untuk itu, perlu dikembangkan pendidikan keterampilan kerja sebagai kompensasi kecacatan akademiknya, serta diberikan keterampilan praktis dan rumah tangga. Penderita dapat hidup mandiri dan mampu merawat diri.

Nah, apa sih penyebabnya? Kelainan mental bisa disebabkan oleh faktor keturunan (genetik) atau tak jelas sebabnya (simpleks). Keduanya disebut retardasi mental primer. Sedangkan faktor sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi dalam kandungan atau anak-anak.
Adapun penyebab sekunder retardasi mental, yaitu:

  1. Infeksi dan/atau keracunan (intoksikasi).
    Retardasi mental dalam kelompok ini disebabkan karena kerusakan jaringan otak akibat infeksi intrakranial, karena serum, obat atau zat toksik lainnya.
  2. Rudapaksa (trauma) dan atau sebab fisik lain.
    Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar X, bahan kontrasepsi, dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan dengan retardasi mental. Rudapaksa sesudah lahir tidak begitu sering mengakibatkan retardasi mental.
  3. Gangguan metabolisme, pertumbuhan, atau gizi.
    Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya gangguan metabolime lemak, karbohidrat, dan protein), gangguan pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok ini. Ternyata gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung lama sebelum umur 4 tahun sangat mempengaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum umur 6 tahun, sesudah ini biarpun anak itu dibanjiri dengan makanan bergizi, intelegensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan.
  4. Penyakit otak yang nyata (setelah kelahiran).
    Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat tumor/kanker (tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena rudapaksa atau peradangan) dan beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul penyebabnya (diduga turunan).
  5. Penyakit/pengaruh sebelum kelahiran yang tidak jelas.
    Keadaan ini diketahui sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui penyebabnya, termasuk kelainan batok otak dan defek bawaan yang tidak diketahui sebabnya.
  6. Kelainan kromosom.
    Kelainan kromosom mungkin terdapat dalam jumlah atau dalam bentuknya.
  7. Prematur.
    Kelompok ini termasuk retardasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram dan/atau dengan masa hamil kurang dari 38 minggu serta tidak terdapat sebab-sebab lain seperti dalam kategori sebelum ini.
  8. Gangguan jiwa yang berat.
    Untuk membuat diagnosa ini harus jelas telah terjadi gangguan jiwa yang berat dan tidak terdapat tanda-tanda kelainan otak.
  9. Akibat deprivasi psikososial
    Retardasi mental dapat disebabkan oleh fakor-faktor biomedik maupun sosiobudaya.

Wajah penderita retardasi mental sangat mudah dikenali seperti hipertelorisme, lidah yang menjulur keluar, gangguan pertumbuhan gigi dan ekspresi wajah tampak tumpul. Seorang anak baru dapat dikatakan menderita retardasi mental kalau:

  1. Fungsi intelektual yang secara signifikan dibawah rata-rata. IQ kira-kira 70 atau dibawahnya pada individu yang dilakukan test IQ.
  2. Gangguan terhadap fungsi adaptif paling sedikit dua, misalnya komunikasi, kemampuan menolong diri sendiri, berumah tangga, sosial, pekerjaan, kesehatan, dan keamanan.
  3. Terjadi sebelum berusia 18 tahun

Anggapan yang salah
Anak-anak dari keluarga yang sangat melarat dengan kelambanan yang berat dalam menanggapi rangsangan tidak dapat dikatakan menderita retardasi mental karena masih dapat dipulihkan bila diberi rangsangan yang baik secara dini. Baru dapat dikatakan retardasi mental bila gejala menetap karena tidak diberikan makanan yang cukup gizi sampai usia 6 tahun. Kadang-kadang anak dengan gangguan pendengaran atau penglihatan dikira menderita retardasi mental. Mungkin juga gangguan bicara dan “cerebral palsy” membuat anak kelihatan terbelakang, biarpun intelegensianya normal. Gangguan emosi dapat menghambat kemampuan belajar sehingga dikira anak itu bodoh. “Early infantile” dan skizofrenia anak juga sering menunjukkan gejala yang mirip retardasi mental. Semua ini tidak dapat digolongkan ke dalam retardasi mental.
Pencegahan
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan keadaan-sosio ekonomi, konseling genetik dan tindakan kedokteran (umpamanya perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, mengurangi kehamilan pada wanita usia terlalu muda dan diatas 40 tahun, dan pencegahan peradangan otak pada anak-anak).
Orang tua juga perlu mendapat konseling dengan tujuan membantu mengatasi frustrasi oleh karena mempunyai anak dengan retardasi mental. Orang tua sering menghendaki anak diberi obat, namun sampai sekarang belum ada obat yang dapat membuat anak menjadi pandai, hanya ada obat yang dapat membantu pertukaran zat (metabolisme) sel-sel otak.
Latihan dan Pendidikan
Pendidikan anak dengan retardasi mental secara umum ialah:

  • Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada.
  • Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang antisosial.
  • Mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah kelak.

Latihan diberikan secara kronologis meliputi:

  1. Latihan rumah: pelajaran-pelajaran mengenai makan sendiri, berpakaian sendiri, kebersihan badan.
  2. Latihan sekolah: yang penting dalam hal ini ialah perkembangan sosial.
  3. Latihan teknis: diberikan sesuai dengan minat, jenis kelamin, dan kedudukan sosial.
  4. Latihan moral: dari kecil anak harus diberitahukan apa yang baik dan apa yang tidak baik. Agar ia mengerti maka tiap-tiap pelanggaran disiplin perlu disertai dengan hukuman dan tiap perbuatan yang baik perlu disertai hadiah.

Daftar Pustaka
Maramis WF. Retardasi Mental dalam Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya, 1994.
Sadock BJ, Sadock VA. Mental Retardation in Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Lippincott & William, London.
Maslim R. Retardasi Mental.dalam Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa-Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta.

3 Comments
  1. nda_
  2. unlisted

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *