Ketika Si Kecil Terkena Kencing Manis

Dewasa ini, sejalan dengan makin berkembangnya ilmu kedokteran serta berbagai akses untuk mendapatkan informasi kesehatan, makin tinggi pula tingkat kesadaran dan kewaspadaan masyarakat kita terhadap isu-isu kesehatan. Masalah kesehatan seperti misalnya Hipertensi atau darah tinggi, kadar kolesterol yang tinggi, termasuk diabetes melitus (DM) atau biasa dikenal masyarakat awam sebagai penyakit kencing manis, tentu bukan hal yang baru lagi. Gejala, penyebab, pencegahan, dan penanganannya pun seringkali telah menjadi topik-topik pembicaraan sehari-hari. Namun, tidak banyak yang mengetahui bahwa ternyata penyakit diabetes melitus juga bisa dialami oleh anak-anak.
APA ITU DIABETES MELITUS?
Diabetes Melitus merupakan sindroma metabolik yang kronik (menahun), ditandai dengan adanya hiperglikemia menahun (kadar glukosa yang berlebihan di dalam darah).
Klasifikasi utama dari diabetes disusun berdasarkan penyebabnya yaitu defisiensi sekresi insulin dikarenakan oleh rusaknya sel beta pankreas sehingga produksi insulin bekurang bahkan terhenti, tipe ini dikenal sebagai DM tipe-1. Sedangkan, DM tipe-2 terjadi karena adanya resistensi insulin, dimana produksi insulin dalam jumlah yang normal atau bahkan meningkat namun tidak dapat berfungsi optimal di dalam tubuh.
Pada DM tipe-2 ini, tidak mutlak dibutuhkan terapi insulin seperti pada DM tipe-1. Resistensi insulin pada DM tipe-2 sering diawali dengan adanya warna kehitaman pada kulit di daerah tengkuk atau lipatan lainnya (Achantosis Nigricans)  biasanya sering disalah artikan oleh orang tua sebagai kotoran kulit atau dalam bahasa awamnya sering disebut ‘daki’. DM tipe-2 juga dikaitkan dengan sindroma resistensi insulin lainnya seperti obesitas ataupun kadar lemak yang berlebihan dalam darah (hiperlipidemia), sehingga diet dan pengaturan pola makan yang baik dan olah raga yang teratur menjadi manajemen utama dalam mengatasi DM tipe-2.
Kemudian terdapat DM tipe lain berkaitan dengan adanya defek genetik fungsi sel B pankreas, defek genetik pada kerja insulin, kelainan eksokrin pankreas (Pankreatitis-radang pankreas; Trauma/pankreatomi (cedera); Neoplasia (kanker); Kistik fibrosis; dan lain-lain), gangguan endokrin (Akromegali; Sindroma Cushing; Hipertiroidisme; Glukagonoma; Dan lain-lain), terinduksi obat dan kimia (Vakor; Pentamidin; Asam Nikotinik; Glukokortikoid; Hormon Tiroid; Tiazid; Dilantin; Dan lain-lain), infeksi (Kongenital Rubella; Cytomegalovirus; Dan lainnya-Sindroma Uremia Hemolitik), sindroma genetik lainnya terkadang juga dapat diasosiasikan dengan diabetes. Meskipun tidak menutup kemungkinan untuk DM tipe-2 atau tipe lainnya, namun diabetes yang umum diderita anak-anak adalah DM tipe-1, yang bergantung pada insulin.
BAGAIMANA KERJA INSULIN?
Insulin sendiri merupakan hormon yang dilepaskan oleh pankreas yang berperan dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat. Insulin membuat gula berpindah ke dalam sel, memasukkannya ke dalam proses metabolisme tubuh yang mengubahnya menjadi energi atau kemudian disimpan sebagai cadangan energi. Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum akan merangsang pankreas melepaskan insulin, sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah lebih lanjut, dan membuatnya menurun secara perlahan.
Pada DM tipe-1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin atau menghasilkan dalam jumlah sangat sedikit, padahal insulin dibutuhkan untuk memasukkan gula ke proses metabolisme tubuh yang mengubahnya menjadi energi.
BAGAIMANA ANGKA KEJADIAN DM PADA ANAK ?
Angka kejadian diabetes di USA pada anak usia 5 tahun sekitar 1 dari tiap 1500 anak dan pada usia 18 tahun sekitar 1 dari tiap 350 anak. Diabetes pada anak bisa terjadi pada usia berapa saja. Tidak ada batasan usia, bahkan pada anak yang baru lahir sekalipun. Namun biasanya puncak kejadian diabetes adalah pada usia 5-7 tahun serta pada masa awal pubertas anak.
Angka kejadian pada anak laki-laki dan perempuan relatif sama, namun timbulnya DM tipe-1 pada puncak pubertas lebih dulu terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki, hal ini berkaitan dengan hormon estrogen.
Angka kejadian tertinggi terdapat di negara Finlandia, Denmark serta Swedia yaitu sekitar 30 kasus baru setiap tahun dari tiap 100.000 penduduk. Angka kejadian di Amerika Serikat adalah 12-15/100 ribu penduduk/tahun, di Afrika 5/100 ribu penduduk/tahun, di Asia Timur kurang dari 2/100 ribu penduduk/tahun.
Angka kejadian di Indonesia belum diketahui, namun dari data registri nasional untuk penyakit DM pada anak, terjadi peningkatan jumlah sekitar 200-an anak dengan DM pada tahun 2008 menjadi 580-an pasien pada tahun 2011 (Data Registry Nasional DM pada Anak, UKK Endokrinologi Anak IDAI).
APA SAJA GEJALA DM PADA ANAK ?
Ketika glukosa dalam darah meningkat melewati ambang batas di ginjal (renal treshold), mulai muncul gejala poliuria (banyak kencing) dan polidipsi (banyak minum), dan hilangnya kalori yang dibutuhkan tubuh ke dalam urine (glukosuria) tersebut memicu suatu kompensasi tubuh sehingga muncul gejala polifagi (banyak makan).
Gejala lainnya yaitu penurunan berat badan, karena asupan kalori melalui makanan tersebut tidak dapat diserap ke dalam sel dan digunakan oleh tubuh untuk proses metabolisme. Pada keadaan yang berat dapat terjadi nyeri perut, mual, muntah, dehidrasi yang menyebabkan tubuh menjadi semakin lemah; karena meskipun terjadi dehidrasi namun penggantian cairan secara oral sulit dilakukan dan kurang berpengaruh karena poliuria terus terjadi, nafas cepat dan dalam, nafas berbau seperti aseton, bahkan dapat terjadi gangguan kesadaran, penurunan fungsi neurokognitif, sampai koma (dikenal dengan istilah DKA-Diabetic Keto Acidosis).
Seringkali terjadi kesalahan dalam mendiagnosis penyakit DM pada anak. Hal tersebut disebabkan gejala-gejala awalnya tidak khas dan mirip dengan gejala penyakit lain. Untuk itu, penting bagi para dokter dan orang tua anak sendiri untuk mengetahui gejala-gejala yang sering menjadi pitfall dalam diagnosis DM tipe-1 pada anak, diantaranya adalah:

  1. Sering kencing. Kemungkinan diagnosis lainnya adalah infeksi saluran kemih atau terlalu banyak minum (selain karena DM). Variasi dari keluhan ini adalah adanya enuresis (mengompol) setelah sebelumnya anak tidak pernah mengompol lagi.
  2. Berat badan turun atau tidak mau naik. Kemungkinan diagnosis lainnya adalah asupan nutrisi yang kurang atau adanya kelainan organik lain. Sering pula dianggap sebagai gejala tuberkulosis pada anak.
  3. Sesak nafas dan tampak sakit. Kemungkinan diagnosis lainnya adalah bronkopneumonia atau radang pada paru-paru.
  4. Nyeri perut. Seringkali didiagnosis sebagai peritonitis atau appendisitis (usus buntu)
  5. Penurunan kesadaran. Kedaan diabetik ketoasidosis ini dapat dimungkinkan diagnosis lainnya seperti malaria otak, radang otak, ataupun cedera kepala.

BAGAIMANA KRITERIA DIAGNOSIS DM PADA ANAK  ?
Kriteria diagnosis DM berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan gejala (poliuria, polidipsi, polifagia, penurunan berat badan dengan adanya glukosa dan keton pada urine), maka pemeriksaan gula darah abnormal satu kali sudah dapat menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila tanpa gejala, paling tidak diperlukan 2 kali pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang berbeda, yaitu:

  • Kadar glukosa darah plasma sewaktu >= 200 mg/dl
  • Kadar glukosa darah plasma puasa >= 126 mg/dl
  • Kadar glukosa 2 jam post prandial >= 200 mg/dl

Pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya meliputi :

  • Untuk penderita baru: gula darah, urine reduksi dan keton urine, HbA1C, C-peptide (merupakan penanda banyaknya sel B pankreas yang masih berfungsi , IAA (Insulin autoantibodies), GAD (Glutamic acid decarboxylase autoantibodies) , dan ICA (Islet cell autoantobodies)
  • Untuk penderita lama : HbA1C setiap 3 bulan sebagai parameter kontrol metabolik

BAGAIMANA PERJALANAN PENYAKIT DM  TIPE-1 PADA ANAK?
Perjalanan penyakit DM baik pada orang dewasa maupun pada anak sama, yaitu melaui beberapa periode. Pada periode awal, yaitu periode pra-diabetes, gejala-gejala klinis DM belum nampak, karena kerusakan pada sel B pankreas baru terjadi, namun, sekresi insulin mulai berkurang.
Periode selanjutnya adalah periode manifestasi klinis. Pada periode ini sudah terjadi 90% kerusakan sel B pankreas. Kadar gula darah akan tinggi karena pengeluaran insulin sangat berkurang. Gejala-gejala seperti poliuria,polidipsi, dan polifagi sudah mulai nampak. Anak akan merasa lapar dan banyak makan, namun berat badan tidak bertambah (semakin kurus) karena gula darah dari asupan makanan tidak dapat dikirimkan ke dalam sel. Pada periode ini, anak pemderita DM memerlukan insulin dari luar agar gula darah dapat dikirimkan ke dalam sel.
Periode tersebut diikuti dengan tahap selanjutnya, yaitu periode honey-moon. Pada periode ini sisa-sisa sel B pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri. Namun, penting bagi dokter dan  orang tua untuk tidak lengah karena periode ini hanya berlangsung sementara (bisa dalam hitungan hari atau bulan). Periode terakhir dari penderita DM adalah periode ketergantungan insulin yang menetap. Pada periode ini, penderita akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.
APA SAJA YANG PERLU DILAKUKAN SEBAGAI PENANGANAN DM-TIPE 1 PADA ANAK ?
Penanganan untuk DM tipe-1 pada anak meliputi pemberian insulin, pengaturan nutrisi/diet yang tepat, aktivits fisik/exercise, dan monitoring kadar gula darah. Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada anak penderita DM tpe-1.
Dalam pemberian insulin penting untuk diperhatikan mengenai jenis insulin (ada insulin kerja cepat, insulin kerja pendek, menengah, panjang, amupun campuran kerja pendek dengan kerja menengah); Dosis insulin (dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5 -1 unit/kg berat badan pada awal diagnosis, selanjutkan akan disesuaikan berdasarkan faktor-faktor yang ada); regimen yang digunakan (intensif atau konvensional); cara penyuntikkan (Dapat dilakukan pada daerah perut bagian bawah, lengan atas, atau paha. Paling baik penyerapannya pada daerah perut), serta penyesuaian dosis yang diperlukan (tergantung dari monitor kadar gula darah, diet, olah raga, maupun usia pubertas, dan kondisi lainnya).
Mengenai diet pada anak dengan DM tipe-1, tentu kita tidak dapat menyamakannya dengan diet DM pada orang dewasa. Sebagaimana kita ketahui bahwa anak berada dalam usia pertumbuhan, maka penting bagi kita untuk mengarahkan diet dengan tetap mengacu pada optimalnya proses tumbuh kembang anak tersebut. Secara umum, pemberian diet terdiri dari 50-55% karbohidrat, 15-20% protein, dan 30% lemak dari total kebutuhan kalori anak. Terdapat pula beberapa anjuran pengaturan presentase diet, yaitu 20% makan pagi, 20% makan siang, serta 30% makan malam, diselingi 3 kali snack masing-masing 10% dari total kebtutuhan kalori sesuai umur anak. Pada orang dewasa, konsumsi gula seringkali diganti pemanis buatan, namun untuk anak-anak, makanan manis tersebut lebih baik diganti dengan buah-buahan karena fruktosa atau gula dari buah tidak cepat diserap seperti pada gula biasa. Orang tua diharapkan juga untuk tidak memberikan akses mudah bagi anaknya tersebut untuk mengkonsumsi jajanan atau minuman berkadar gula tinggi, seperti donat, biskuit manis, atau minuman manis dalam kemasan, dan minuman ringan. Seminggu sekali diperbolehkan,namun dalam jumlah yangtidak berlebihan. Memperbanyak asupan makanan berserat, baik bagi anak penderita DM.
Banyak anggapan bahwa anak yang menderita DM tidak boleh melakuan olah raga. Anggapan tersebut perlu diluruskan, karena anak dengan DM tidak berarti ia tidak boleh berolahraga atau melakukan aktivitas fisiknya lainnya. Justru olahraga baik untuk mempertahankan berat badan ideal, dan baik untuk menurunkan berat badan bagi anak penderita DM yang obese, sehingga kemudian dapat pula meningkatkan kepercayaan diri anak tersebut. Olah raga yang teratur pun dapat  meningkatkan proses pengolahan glukosa dalam darah dengan makin meningkatnya jumlah reseptor insulin.
Namun, ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hal berolah raga bagi anak penderita DM. Perlu diketahui bahwa olah raga dapat mencetuskan risiko hipoglikemia (rendahnya kadar glukosa dalam darah) pada saat berolah raga ataupun beberapa jam setelah olah raga. Karena itu, perlu dilakukan penyesuaian seperti diet, target gula darah yang diperbolehkan untuk olahraga,  insulin, serta pengawasan gula darah yang aman.
Pada anak penderita DM dengan kontrol metabolik yang buruk, olahraga berintensitas berat dapat menetuskan ketoasidosis diabetik. Untuk itu sebaiknya bagi anak penderita DM terutama apabila kadar gula di bawah 90 mg/dl, perlu ada tambahan asupan karbohidrat sebelum kegiatan olah raga tersebut dilakukan. Asupan glukosa tersebut dapat diperoleh dari jus jeruk, baik juga untuk selalu menyediakan permen selama dan setelah berolah raga. Bila ternyata tidak terjadi  hipoglikemia selama berolah raga, tidak perlu dilakan penyesuaian-penyesuaian seperti yang disebutkan di atas.
Hal yang tidak kalah penting dilakukan berkaitan dengan penanganan DM pada anak yaitu edukasi baik untuk penderita maupun bagi orang tua anak penderita DM tersebut. Edukasi tersebut meliputi pengetahuan dasar mengenai DM, pengaturan makan, insulin (jenis, dosis, cara pemberian, lokasi pemyuntikan, efek samping, dan lainnya), serta monitor gula darah dan juga target gula darah yang diinginkan. Kontrol gula darah yang baik akan meningkatkan kualitas hidup anak penderita DM dan mencegah komplikasi jangka pendek maupun jangka panjang yang mungkin terjadi. Anak penderita DM harus melakukan pemeriksaan gula darah secara berkala dalam sehari. Setiap 3 bulan, penting untuk memeriksakan HbA1C. Selain itu, efek samping pemberian insulin, komplikasi, dan tumbuh kembang anak, penting untuk terus dipantau.
Tabel1. Target Kontrol Metabolik pada Anak dengan DM Tipe-1.

Target Metabolik

Baik sekali

Baik

Sedang

Kurang

Preprandial (sebelum makan)

<120 mg/dl

<140 mg/dl

<180 mg/dl

>180 mg/dl

Postprandial (setelah makan)

<140 mg/dl

<200 mg/dl

<240 mg/dl

>240 mg/dl

Urin reduksi

+-

>+

HbA1c

<7%

7-7.9%

8-9%

>10%

(dikutip dari Buku Ajar Endokrinologi Anak, 2010)
 
DM pada anak tidaklah lagi dapat kita anggap sebagai sesuatu yang jarang ditemukan ataupun hanya terdapat di awang-awang saja. Inilah saatnya, kita sebagai orang tua, tenaga medis, saudara, ataupun siapa saja yang terkait untuk peduli dan waspada. Keterlambatan diagnosis pada anak penderita DM dapat berakibat fatal.  Untuk itu, penting bagi kita untuk mengetahui lebih dalam mengenai penyakit DM, komplikasinya, dan penanganannya bagi anak-anak. Dukungan dan perhatian dari kita, dapat memberikan peranan dalam terciptanya keberlangsungan hidup yang lebih baik lagi bagi anak dengan diabetes melitus.
DAFTAR PUSTAKA

  1. Batubara Jose RL, Tridjaja Bambang, Pulungan Aman B. editor. Buku Ajar Endokrinologi Anak. Jakarta:Sagung Seto; 2010:124-161
  2. Brink SJ, Lee WRW, PIllay K, Kleinebreil. Diabetes in Children and adolescents, basic training manual for healthcare professionals in developing countries. 1st edition. Argentina: ISPAD; 2010: 20-21.
  3.  Konsensus Nasional Pengelolaan Diabets Melitus Tipe-1 di Indonesia. PP IDAI 2000.
  4. Ramin Alemzadeh, David TW. Diabetes Melitus in Children. Dalam: Robert MK, Richard EB, Hal BJ, Bonita FS. Nelson Textbook of Pediatri. 18th edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007: 2404-2426.
  5. Weinzimer SA, Magge S. Type 1 Diabetes Melitus in Children. Dalam: Moshang T Jr. Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc; 2005: 3-18.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *