Rokok dari Orang Dewasa, Berdampakkah Pada Jantung Anak?

Berbagai laporan menyebutkan anak-anak pada usia dini sudah terpapar dengan asap rokok baik aktif maupun pasif. Apa dampaknya terutama bagi jantung si kecil?
Berdasarkan data WHO pada tahun 2003, terdapat sekitar 57 juta perokok di Indonesia. Maka  dengan jumlah itu hampir sepertiga dari total populasi orang Indonesia adalah seorang perokok. Dengan segala akibatnya, merokok membunuh setidaknya 200.000 orang setiap tahunnya, sedangkan lebih dari 97 juta orang Indonesia yang tidak merokok secara reguler terpapar oleh asap rokok. Sebanyak  81% anak muda (usia 13–15 tahun) terpapar asap rokok di tempat umum, dan 65% anak muda terpapar asap rokok di rumah.
Jumlah angka kematian akibat merokok jika pola merokok tetap berlanjut, diperkirakan akan menjadi sekitar 10.000.000 orang per tahun pada tahun 2020, dan 70% diantaranya akan terjadi di beberapa negara berkembang.
Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, rata-rata perokok pemula di Indonesia berusia 17,6 tahun dengan persentase penduduk yang mulai merokok tiap hari terbanyak berusia 15-19 tahun,yang ironis perokok usia dini dijumpai berusia 5-9 tahun. Usia yang tergolong sangat belia, saat anak-anak seharusnya belajar dan bermain, mereka sudah mengenal rokok. Pada umumnya para perokok tersebut  berjenis kelamin pria. Selain jenis kelamin, faktor lain yang berperan penting terhadap usia dini perokok di Indonesia antara lain faktor ekonomi, pendidikan dan lingkungan.
Mengapa ini dikatakan  ironis? Tidak lain karena dampak asap rokok tidak hanya pada masalah kesehatan,namun juga pada faktor ekonomi. Tahukah anda bahwa biaya perawatan kesehatan akibat penyakit terkait tembakau dapat mencapai 11 triliun rupiah setiap tahunnya? Ditambah peluang ekonomi yang hilang di negara-negara berkembang dengan populasi padat sangat parah karena separuh dari seluruh kematian terkait tembakau terjadi selama masa produktif utama (30–69 tahun).
Faktor ekonomi yang kurang dikatakan sebagai salah satu alasan anak-anak mengenal rokok. Hal ini dikarenakan orang tua yang merokok menghabiskan penghasilannya untuk rokok. Menurut data WHO pada tahun 2005, rumah tangga dengan perokok di Indonesia menghabiskan 11,5% penghasilan rumah tangganya untuk produk tembakau dibandingkan dengan 11% yang dibelanjakan untuk ikan, daging, telur dan susu dijumlahkan, 3,2% untuk pendidikan dan 2,3% untuk kesehatan.
Diikuti tingkat pendidikan yang rendah kedua orang tua menyebabkan ketidaktahuan tentang pengaruh asap rokok terhadap anak-anak yang menjadikan orang tua bebas merokok di depan anak-anak. Semua hal tersebut membentuk lingkungan keluarga seorang perokok, di mana merokok menjadi hal yang lumrah dalam lingkungan keluarga.
Merokok merupakan suatu problematika kesehatan pada masyarakat dan merupakan ancaman besar bagi kesehatan di dunia. Merokok memberikan implikasi terhadap berbagai faktor utama resiko penyakit, seperti misalnya penyakit paru, keganasan dan berbagai penyakit jantung. Seorang perokok aktif memberikan ancaman bagi kesehatanya sendiri maupun orang lain yang tidak merokok namun terpapar asap rokok yang disebut perokok pasif. Kebanyakan orang sadar akan bahaya rokok, namun dengan berbagai alasan orang akan tetap merokok, tanpa menyadari bahwa merokok berbahaya tidak hanya untuk dirinya sendiri namun juga terhadap orang sekitarnya. Kebayakan dari perokok pasif ini adalah wanita dan anak-anak.
Berbagai penelitian dan penjelasan mengenai resiko rokok menyebabkan penyakit kanker, jantung, dan paru-paru terhadap para perokok, sudah sering dibahas  namun tahukah anda saat ini bahaya rokok tidak hanya pada dewasa, berbagai laporan menyebutkan anak-anak pada usia dini sudah terpapar dengan asap rokok baik aktif maupun pasif.
Padahal anak-anak paling rentan dan berisiko terhadap asap rokok, baik ketika masih di dalam kandungan maupun setelah dilahirkan hingga masa pertumbuhan, karena sebagian besar organ-organ vital pada anak-anak masih muda, belum sempurna dan dalam dalam proses pertumbuhan. Semakin seringnya anak-anak dan balita terpapar dengan asap rokok, semua penyakit yang beresiko tinggi timbul akibat paparan terhadap asap rokok akan meningkat. Rendahnya kesadaran akan bahaya rokok terhadap lingkungan sekitar menjadi salah satu penyebab seringnya anak-anak terpapar dengan asap rokok baik di luar rumah maupun di rumah. Diperkirakan sekitar 22% dari anak-anak berusia kurang dari 18 tahun dan 40% anak-anak berusia kurang dari 5 tahun di Amerika hidup dengan seorang perokok aktif.
Apa saja dampak asap rokok terhadap kesehatan jantung anak? Berbagai data menjelesakan perjalanan paparan asap rokok pada masa anak-anak. Asap rokok baik aktif maupun pasif akan menghambat sintesis DNA sel jantung yang sedang berkembang dan mencederai fungsi vaskularisasi otot polos pembuluh darah jantung. Hal ini menjadi faktor resiko serius dalam inisiasi dan perkembangan penyakit jantung seperti pembesaran ventrikel kiri, apalagi jika sering terpapar semakin berat penyakit.
Studi terkini melaporkan bahwa periode neonatus (bayi berusia 1-28 hari) adalah masa yang paling rentan terkait dengan tingginya tingkat kerusakan sel otot jantung. Kerusakan Ini dapat diukur dengan peningkatan kadar darah dalam serum jantung troponin-T, dari setiap anak. Hasilnya tingkat cedera sel otot jantung pada periode neonatal berbanding lurus dengan kondisi lingkungan dan paparan asap rokok pada masa perinatal, diduga komplikasi kardiomiopati persisten ini bisa menetap hingga remaja dan dewasa.
Penyakit dan kelainan jantung pada anak, tidak hanya mengancam anak yang sedang tumbuh dan berkembang. Sebuah studi di California menyatakan anak-anak yang baru lahir dari orang tua yang merokok memiliki resiko tinggi melahirkan anak dengan kelainan jantung bawaan dibanding dengan yang tidak merokok. Hal ini dikarenakan pada bayi yang baru dilahirkan terjadi kerusakan sel jantung sebagai konsekuensi dari seringnya terpaparnya nikotin dan hypoxia janin di dalam kandungan. Studi lain mengenai tali pusat (plasenta) pada ibu yang merokok, menyatakan terdapat perlukaan yang cukup berat pada dinding plasenta akibat merokok, sehingga memganggu aliran darah dan nutrisi terhadap perkembangan janin diantaranya berpotensi menyebabkan kelainan jantung bawaan.
Efek buruk dari merokok pada jantung termasuk mengurangi aktivasi platelet dalam proses pembekuan darah, peningkatan aktivitas saraf simpatis saat istirahat, dan meningkatnya tekanan darah. Terdapat bukti bahwa rokok akan menyebabkan aktivasi neutrofil dapat menjadi media oksidasi yang berperan terhadap proses aterosklerosis.
Masalah mengenai rokok merupakan hal yang kompleks dan lintas sektoral. Mengurangi jumlah perokok memerlukan usaha yang keras dan tidak mudah. Beberapa langkah jangka pendek untuk mencegah dampak rokok merupakan hal yang paling realistis bisa dilakukan. Seperti menyediakan ruang publik khusus merokok, larangan merokok di tempat umum, hingga mengeluarkan peraturan tertulis disertai denda. Edukasi terhadap orang tua dan para perokok aktif mengenai dampak rokok terhadap anak-anak menjadi kunci dari upaya pencegahan dan penganganan terhadap kesehatan jantung anak. Pendekatan baik secara psikologis maupun edukatif terhadap perokok usia dini sangat penting dalam mencegah merebaknya kebiasaan merokok di lingkungan.
 
Daftar pustaka

  1. World Health Organization (WHO). WHO Framework Convention on Tobacco Control: Article 4.7 & 5.3. Geneva: WHO; 2003. Available from: http://www.who.int/fctc/text_download/en/index.html.
  2. US Public Health Service Office of the Surgeon General. The Health Consequences of Involuntary Exposure to Tobacco Smoke: A Report of the Surgeon General. Rockville, MD: US Dept of Health and Human Services; 2006.
  3. Tolson CM, Seideler FJ, McCook EC, Stokin TA. Does concurrent or prior nicotine exposure interact with neonatal hypoxia to produce cardiac cell damage? Teratology. 1995;52:298–305
  4. Simko F, Braunova Z, Kucharska J, Bada V, Kyselovic J, Gvozdjakova A. Passive smoking induced hypertrophy of the left ventricle: effect of captopril. Pharmamazie. 1999;54:314
  5. Asmussen I. Fetal cardiovascular system is influence by maternal smoking. Clin Cardiol. 1979;2:246–256

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *